-->

Asbab dan Pemilik Asbab ( Status FB Kang Dayat)

biarkanlah kita kehilangan dan tidak menguasasi asbab-asbab (sebab/sarana) itu tetapi jangan sekali-kali kita kehilangan dan tidak memiliki 'ruhul asbab'nya yaitu Allah swt. yang memiliki, berkuasa dan berkehendak atas asbab-asbab itu.........

Status diatas di posting oleh kang Dayat ( begitu saya biasa memanggilnya) di facebook..beliau meminta kepada saya untuk membantu menjelaskan status tersebut atas permintaan seorang temannya yang sangat tawadhu/rendah hati, sangat ingin menggali ilmu yang shahih.

sebenarnya saya merasa tersanjung ( kayak judul sinetron ya..) sekaligus berat hati bagaikan memikul gunung untuk memberikan penjelasan atas status tersebut yang sebenarnya menurut “penerawangan” saya kang Dayat sendiri mampu menjelaskannya karena tidak semata-mata kang Dayat menulis status tersebut kecuali kang Dayat pasti memahaminya walaupun menurut pengakuannya kang Dayat masih jauh dari status yang dibuatnya ( sama kang.....tebih pisan). tapi untuk kebaikan yang lebih besar saya mencoba memberikan sumbangan pemikiran sedikit semoga bermanfaat.

Bismillah………

Kata asbab berasal dari bahasa arab, terbentuk dari kata “Asbaba” kata “Asbaba” merupakan jama’ dari kata “Sababa” yang berarti sebab, maka “Asbaba” mempunyai arti sebab-sebab. terjadinya sesuatu, adanya sesuatu menurut logika karena ada sebabnya, ada yang melatar belakangi sesuatu itu ada. Kita sering dengar asbab an-Nuzul atau asbab al- Wurud. Sebab-sebab atau yang melatar belakangi turunnya ayat atau hadist. Dalam keseharian kita misalnya berlaku hukum sebab akibat. Sebab sesuatu akan berakibat sesuatu. Dan terkadang bahkan sering sebab itu sendiri muncul karena sebab yang lain ( nah loh bingung…bingung deh. Sampai disini berhenti dulu membaca dan rileks….oke). Disinilah point perbedaan cara pandang orang2 yang mengaku tidak percaya akan adanya Tuhan ( baca: Alloh) dengan orang-orang beriman yang percaya akan keberadaan Alloh yang memiliki sifat Al Awwal ( yang Maha Awal tanpa permulaan) dan Al Akhir( yang Maha Akhir tanpa Akhiran).

“ Dialah yang awal dan yang akhir, yang dhohir dan yang bathin dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” ( QS Al Hadid: 3)

dalam status kang Dayat asbab dimaknai sarana, materi, kekayaan, uang, mobil, motor, rumah dan materi kebendaan lainnya yang itu semua adalah bisa menjadi sebab kebaikan juga sebaliknya keburukan tergatung kepada niat dan pemanfaatannya. Dengan mobil bisa menjadi sebab seseorang sampai ke majelis ta’lim dan dengan sebab mobil seseorang bisa sampai pula ke lokalisasi. Naudzubillah…..nah dalam menjalankan amal sholeh atau kebaikan apapun, kita tidak boleh bergantung kepada sebab-sebab ini dalam artian sebab jadi tujuan, sebab jadi “tuhan” secara sadar atau tidak. Saya akan sholat berjamaah jika ada sepeda yang mengantarkan saya ke mesjid, saya akan dakwah jika ada duit yang cukup, saya akan shodaqoh jika gaji saya sudah mencapai nilai segini….., , kalau saya tidak buka toko saya tidak akan mendapatkan rezeki, saya akan ini jika….saya akan itu bila…….saya gak bisa amal sholeh jika……..dan sebagainya. Bergantung kepada asbab dalam menjalankan amal sholeh adalah kerusakan aqidah dan keimanan. Perang Hunain adalah sebuah perang yang mengajarkan kepada kita bagaimana akibat yang diterima kepada orang-orang yang meyakini asbab dari pada kepada Sang Pemilik asbab ( Alloh SWT) peristiwa itu Alloh abadikan dalam Firmannya didalam Al-Quran:

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu pada beberapa tempat dan pada Perang Hunain, tatkala kamu bangga dengan jumlahmu yang banyak, tapi tidak berguna sedikitpun. Dan bumi yang luas menjadi sempit bagimu saat itu, hingga kamu berpaling sambil mundur. Kemudian Allah turunkan perasaan tenang kepada Rasul-Nya dan kepada semua orang Mukmin. Dan Ia kirimkan bala tentara yang tidak kamu ketahui dan Ia siksa orang-orang yang kafir. Demikianlah balasan Allah kepada orang-orang yang kafir.” (QS. At-Taubah: 25-26)

Awalnya ialah pemimpin-pemimpin kabilah Hawazin dan Tsaqif khawatir kalau setelah Makkah takluk akan tiba giliran mereka ditaklukkan. Karena itu mereka berinisiatif untuk menyerang kaum Muslimin lebih dahulu. Dikumpulkanlah seluruh rakyat berikut semua harta benda yang mereka miliki untuk dibawa ke medan perang. Pasukan mereka itu dipimpin oleh Malik bin Auf, dengan pasukan yang jumlahnya hampir mencapai 30 ribu prajurit.

Di pihak Islam, Nabi mengomandokan kaum Muslimin agar bersiap-siap untuk menghadapi tantangan itu. Pasukan Islam yang terdiri dari sahabat-sahabat Nabi yang telah lama masuk Islam dan yang baru, keluar bersama Nabi. Sesampainya di Lembah Hunain, mereka disergap oleh tentara-tentara Hawazin dan sekutu-sekutunya. Tetapi serbuan mendadak ini berhasil diatasi, sehingga orang-orang sibuk mengambil harta benda yang ditinggalkan oleh musuh. Dalam kesibukan itulah musuh kembali mengambil inisiatif untuk kembali menyerang dan mengakibatkan porak-porandanya pasukan Islam. Mereka semakin kocar-kacir setelah mendengar bahwa Rasulullah telah terbunuh.

Berkali-kali Nabi menyerukan bahwa dirinya masih hidup, tetapi hanya beberapa kelompok Muhajirin dan Anshar saja yang tetap bertahan. Kemudian Abbas kembali meneriakkan hal yang sama sehingga berhasil mengumpulkan pasukan yang sudah kacau-balau itu, bahkan berhasil kembali mengungguli musuh dan memboyong harta rampasan yang berlimpah ruah.

Dalam peristiwa perang hunain tersebut kita bisa ambil pelajaran bagaimana tatkala sebagian dari pasukan muslimin menggantungkan keyakinannya kepada asbab kebendaan yakni banyaknya pasukan, mereka lupa bahwa pertolongan Allohlah yang sebenarnya menentukan. walaupun perang Hunain dimenangkan kaum muslimin dibawah komando Rosululloh SAW sendiri beserta kaum Anshar dan muhajrin yang keimanan mereka tidak diragukan lagi.

Kita lihat bagaimana dengan kejadian perang Badar. Pada peperangan ini, diriwayatkan bahwa Rasulullah senantiasa terus memperbanyak doa, dengan penuh ketundukan dan khusyu’, sehingga Abu Bakar iba melihat beliau seraya berkata “Ya Rasulullah, demi diriku yang berada di tanganNya, bergembiralah! Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janjiNya kepadaMu.” Salah satu dari doa beliau, “Ya Allah, inilah orang-orang Quraisy yang datang dengan kecongkakan dan kesombongannya untuk mendustakan RasulMu. Ya Allah, tunaikanlah kemenangan yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, kalahkan mereka esok hari…”. Sesungguhnya betapa banyak dan besarnya pertolongan yang Allah berikan bagi pasukan Rasulullah Saw. dalam perang Badar. Betapa janji Allah selalu benar, bahwa Allah Swt. pasti akan menolong hambaNya yang menolong agamaNya. Sejarah telah mencatat rahmat Allah yang menyertai orang-orang yang beriman. Kemenangan sejati selalu ada ketika ia bersandingan dengan iman. Walaupun pasukan muslimin dalam jumlah jauh lebih sedikit dibanding pasukan musuh. Dalam peristiwa ini Alloh SWt menolong kaum Muslimin dengan menurunkan pasukan malaikat sebagaimana di firmankan :

“Sesungguhnya Aku akan mendatangkan kepadamu bala bantuan dengan seribu malaikat yang ating berturut-turut. “Dan Allah tidak menjadikan (bantuan bala tentara malaikat itu) melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tentram karenanya. Dan kemenangan itu hanya dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa Maha Perkasa. (” (Q.S.An Anfal:9-10).

Masih banyak lagi peristiwa yang menjelaskan pentingnya kita menempatkan yakin atau Iman diatas asbab kebendaan.

Jangan salah persepsi dan salah menyikapi.

Dalam menyikapi status kang Dayat diatas jangan disalah artikan bahwa kita tidak membutuhkan asbab itu sama sekali. Jangan jadi kaum jabariyah yang mengatakan, seorang hamba terpaksa (dikendalikan) dalam perbuatan dan tindakannya, manusia tidak memiliki kehendak dan kemampuan. Mereka berlepas tangan dari ikhtiar mereka dalam hal ini kebablasan alias Ghuluw. Alloh memberi kita kemampuan dan kehendak yang harus dijalankan secara lahir. Berdasarkan firman Alloh ta’aala:

''Dan katakanlah, Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zhalim itu Neraka yang gejolaknya mengepung mereka.'' (Al-Kahfi: 29).

Hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim dan lafazh dari riwayat Imam al-Bukhari dari Ali bin Abi Thalib, sesungguhnya Nabi bersabda. ''Setiap orang dari kalian telah ditentukan tempatnya di Surga atau di Neraka. Seseorang bertanya, 'Kenapa kita tidak pasrah saja, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: 'Jangan, akan tetapi berbuatlah karena masing-masing akan dimudahkan”. Kemudian beliau membaca ayat, 'Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa.'' (QS.AI-Lail: 5)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (QS. Al Qashash : 77)

Saya kira untuk menyegarkan ingatan saya kutip kembali status FB kang Dayat di paragraph ini :

“biarkanlah kita kehilangan dan tidak menguasasi asbab-asbab (sebab/sarana) itu tetapi jangan sekali-kali kita kehilangan dan tidak memiliki 'ruhul asbab'nya yaitu Allah swt. yang memiliki, berkuasa dan berkehendak atas asbab-asbab itu.........”

Melihat bayan/penjelasan sebelumnya kita faham bahwa status diatas bukan ditujukan untuk menggembosi kita untuk tidak memperoleh asbab ( asababnya satu aja karena sudah jama’ kalau dua kali kebanyakan heheheh) atau saran kebendaan atau dunia tapi bagaimana kita menempatkan Alloh swt Sang pemilik asbab/sarana itu yang utama di hati kita, jangan sampai karena tidak ada asbab menjadikan kita lemah untuk memperoleh karunia Alloh, karena tidak ada asbab kita terhalang dari jalan Alloh, karena tidak ada asbab kita resign dari amal sholeh. Tapi jadikan asbab yg Alloh takdirkan bagi kita sebagai sarana untuk memperoleh cinta Alloh swt. Jika demikian adanya berarti kita masih yakin dengan asbab kebendaan dan hawa nafsu. Firman Alloh :

Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal [nya]. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal [nya]. ( QS An-Nazi’aat: 38-41)

Kecuali jika kita dihadapkan untuk memilih dan tidak ada pilihan lain selain keduanya maka ucapkanlah:

“biarkanlah kita kehilangan dan tidak menguasasi asbab-asbab (sebab/sarana) itu tetapi jangan sekali-kali kita kehilangan dan tidak memiliki 'ruhul asbab'nya yaitu Allah swt. yang memiliki, berkuasa dan berkehendak atas asbab-asbab itu.........”

Wallohu A’lam Astaghfirullohal ‘adhiim


Al faqir ilalloh


Rudy Abu Adzkiya